Ketika Sang Sabda membuka jalan (6/6)

imam katolik
Para imam foto bersama usai misa perdana RP Rio Nanto, SVD, di Lentang, 7 Oktober 2024. - Dokpri/Irfan

Ketika Sang Sabda, yang menjadi daging dan tinggal di antara kita, membuka jalan dalam diri tarekat Serikat Sabda Allah, jalan panggilan semakin terbuka lebar. Kampung Lentang mulai panen imam. 

Paling tidak, Kampung Lentang sudah punya empat imam. Dua imam SVD.

Pertama, RP Iwantinus Agung, SVD. Dia ditahbiskan pada 3 Oktober 2020.

Kini Pater iwan, SVD menjadi misionaris di Argentina Timur. Amerika Latin.


Disusul imam kedua, RP Rio Nanto, SVD. Yang baru ditahbiskan 5 Oktober 2024 di Novisiat Kuwu.


Dua diakon ditahbiskan lagi pada 19 Januari 2025, di Maumere, oleh Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu.


Mereka adalah Diakon Je, MI dan Diakon Sidus, MI. Dua-duanya putra Lentang. Dari Ordo Kamilian. 


Kamilian adalah sebuah tarekat religius dalam Gereja Katolik, dengan spiritualitas melayani orang sakit (berkarya di bidang kesehatan). 


Ada salib merah dan gambar jantung di jubah mereka. Seperti lambang palang merah (red cross). 


Ordo Kamilian didirikan oleh Santo Kamilus de Lellis (1550--1614) dari Bucchianico, Italia.


Lalu akhir 2025, satu calon imam bakal ditahbiskan. Fabi Nanto.


Tak terhitung lagi seminaris muda dan filosofan atau teologan.


Maka tidak mustahil, di kemudian hari keturunan dari Empo Ngara Waem Rani ini, memanen imam. Bahkan tiap ame atau panga.


Sedikit ke belakang. Pada masa lalu, bahkan hingga zaman saya sekolah, menjadi imam itu sangat langka.


Jangankan menjadi imam atau pastor, masuk di seminari saja begitu susah. 


Faktornya banyak. Misalnya faktor panggilan. Banyak yang dipanggil, tapi sedikit yang dipilih.


Atau barangkali karena biaya yang mahal. Sekolah di seminari itu mahal.


Dulu masuk seminari, didominasi anak orang kaya (do paeng), guru atau pegawai. 


Tak kurang juga informasi. Informasi yang terbatas, dengan akses antarkampung yang berbukit gunung-gunung, sungai, lembah dan ngarai. 


Hal itu tentu berpengaruh pada panggilan menjadi imam atau masuk seminari.


Maka butuh orang atau keluarga, yang punya relasi dengan orang-orang kota atau misionaris, bahkan pastor paroki, untuk mendapat informasi testing masuk seminari.


Juga seleksi dan pendidikan yang ketat. Pendidikan di seminari terkenal dengan disiplinnya. Disiplin ilmunya, disiplin aturannya. Dan disiplin yang lain-lain.

 

Kami mengenal 5S. Bukan singkatan dari Saya Suka Senyum si Santi. Bukan ini, sayang. Bukan pula yang ini, nona: selalu suka senyuman siswa seminari.


Tapi yang ini. Singkatan dari sanctitas (kekudusan atau hidup doa), sapientia (kebijaksanaan), societas (kehidupan sosial atau bermasyarakat) sanitas (kesehatan–harus sehat jasmani dan rohani) dan scientia (ilmu pengetahuan–harus pintar. Ya, menyangkut kemampuan intelektual).


Minimal punya lima S itu. Kalau tidak, ya siap-siap dicedok.


Faktor lain, bisa jadi, karena kurangnya kemauan pemuda-pemuda desa menjadi imam.


Memang menjadi imam itu susah. Dia harus menyerahkan hidup, sepenuhnya, kepada Penyelenggaraan Ilahi. Seluruhnya atau tidak sama sekali. Totus Tuus.


Apalagi mereka, para imam (yang religius–ordo) terikat oleh tiga kaul kebiaraan–kemurnian atau kesucian, kemiskinan, dan ketaatan.


Maka sangat bersyukur jika ada paroki yang memiliki imam atau seminaris. Jadi, kalau mau masuk seminari (imam), maka siap tidak kawin.


Seiring waktu berjalan, banyak ordo atau kongregasi membuka karya misi di Keuskupan Ruteng. Bahkan mungkin Flores pada umumnya. 


Dulu di Manggarai kami cuma mengenal SVD dan OFM (Ordo Fratrum Minorum)--yang dikenal berjubah cokelat itu. Lalu pada tahun 2000-an, SMM (Serikat Maria Montfortan) – spiritualitas Marial–mulai masuk. 


Tamatan seminari menengah, atau calon imam harus melamar di tiga ordo tersebut. Ditambah projo atau diosesan.


Kini ordo baru bermunculan. Baik yang berkarya di Manggarai atau Keuskupan Ruteng, maupun keuskupan lainnya.


Akses informasi “panggilan” juga tidak terbatas seperti dulu. Yang hanya di mading pastoran, mimbar gereja, kelompok basis atau sekolah. 


Kini, di zaman yang serba modern, justru pemuda desa berbondong-bondong masuk “tembok biara”. Menjadi imam. Salah satunya dari Kampung Lentang.


Tentu ini adalah rahmat istimewa bagi Paroki Rejeng-Ketang. Kampung Lentang khususnya.


Dua imam Sang Sabda sudah membuka jalan. Menyusul dua imam Kamilian.


Syukur tak terhingga pasti dilantunkan. Atau meminjam Jakob Oetama, pendiri Kompas, Syukur Tiada Batas.


Rasa bangga juga patut diungkapkan. Paling tidak, melalui doa-doa pribadi, keluarga dan kelompok basis.

 

Akhirnya, proficiat untuk Pater Rio Nanto, SVD. Selesai. []


#2024

Posting Komentar untuk "Ketika Sang Sabda membuka jalan (6/6)"