Dokpri
Bahasanya unik. Ada bahasa tubuh dan bahasa verbal. Juga isyarat.
Vokal dan penyebutannya kadang jelas terbaca. Kadang-kadang butuh analisis. Sesuai konteks atau situasi.
Juga saat dia bersama siapa. Atau sedang berbuat apa.
Dia juga sering memperlihatkan gigi-giginya yang rapi. Atau tertawa tulus. Sumringah. Kadang tertawa lebar.
Sesekali kepalanya berputar-putar. Seperti orang India di film-film Bolywood.
Kadang-kadang juga salto-salto. Atau berlari-lari.
Dia cepat sekali meniru gerakan orang dewasa. Bahkan bisa mengucapkan beberapa kata.
Saya mencatatnya sekitar 42 atau lebih kata.
Diantaranya, lolo (bola dan balon), at (air dan susu dot), o’ot (ASI), toto (nonton dan oto/mobil), lali (lari), tayu (sayur), tatu (jatuh), tat (sepatu, sandal).
Dia panggil saya ema. Kalau tidak dijawab beralih ke papa. Dan kalau tidak jawab lagi, emo (maksudnya Imo). Yang terakhir ini dengan nada tinggi.
Dia bahkan menyapa siapa pun yang lewat. Misalnya, tata, opa, enu, dan lain-lain. Dia ini ramah.
Konsen jika saya berbicara dengannya. Pun fokus mendengar orang-orang yang mengobrol.
Kini usianya setahun lebih. Enam bulan lagi genap dua tahun.
Kadang-kadang saya meneteskan air mata saat menggendongnya. Terharu. Gemes.
Tapi cengengnya minta ampun. Barangkali bukan cengeng juga. Intinya tidak mau jauh dari mamanya. Kami menyebutnya “deket”.
Kadang menangis jadi andalan. Terutama saat tak melihat mamanya. Atau sesekali dua kali saat bangun tidur.
Kadang-kadang juga dia langsung tertawa. Atau memberi senyuman.
Pokoknya dia memperlihatkan paras yang segar. Teduh dan tenang.
Saya pun turut merasakan apa yang dia rasakan. Jadi bersemangat untuk bekerja.
Kemarin, memang saya hilang akal. Kasihan juga.
Hampir satu jam dia menangis. Pokoknya mama harus ada.
Memang dia sedang posyandu. Makanya seharian cuma kami berdua.
Kami bermain mobil-mobilan. Dorong kursi. Tendang bola.
Sesekali menonton film kartun. Bolak-balik galeri kanal Youtube kids.
Dia senang. Hingga makan siang. Nasi dan biskuit.
Saya kira dia tidak mau makan. Ternyata dugaanku salah. Nasi satu porsi habis.
Lalu dia bilang, “at!”. Dan saya mengambil air.
Beberapa saat kemudian matanya sayup berair. Sambil menyanyi.
Ikut seperti apa yang biasa saya lakukan, saat menggendongnya. Saya lalu menggendongnya.
Rupanya dia capek. Ngantuk berat.
Tidak lama kemudian, tertidur. Kami tidur siang.
Hingga pukul tiga sore dia terjaga. Menangis sejadi-jadinya. Cari mama.
Saya hilang cara. Berusaha cari banyak cara. Sekadar mendiamkannya.
Tapi apes. Hasilnya nihil. Tangisannya terus memecahkan senja.
Tangis bersama hujan yang berderai. Menyirami debu-debu, yang seharian beterbangan di jalanan.
Mamanya belum pulang dari kampung tetangga. Hari ini memang kegiatan mereka full.
Ada posyandu ILP (Integrasi Layanan Primer). Bersama kawan-kawan nakesnya dari Puskesmas Ketang.
Pesertanya banyak. Satu kampung memang. Dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Bumil (ibu hamil) sampai mama-mama.
Pokoknya menyita energi dan waktu. Biasanya, posyandu hanya sampai siang hari. Hari ini beda. Sampai sore.
Setengah jam selepas pukul tiga sore, mamanya muncul. Basah kuyup. Anak ini serentak diam.
Ternyata obatnya hanya lihat mama. Dan mimi, tentu.
Sedari tadi hilang akal. Menanti dalam ketidakpastian. Karena tak mau diberi dot.
Hujan pun berhenti. Dijemput malam.
Tak ada cahaya senja. Hanya kumulus. Gumpalan awan kelabu.
Dia menendang muka saya. Juga muka mamanya.
Saya bingung. Lalu mendekat.
Kami pun menciumnya. Di pipi kiri dan kanan. Dia tertawa lepas. Kemudian tertidur.
Setelah diselidiki, ternyata musababnya ponsel.
Saya memang mengedit berita. Menulis catatan harian. Sedangkan mamanya membuka laman facebook pro.
Saya membisik pelan. Meminta maaf padanya. Dengan bahasa sederhana. Karena anak baduta (bawah dua tahun) ingin dimengerti.
“Nana, tidur sudah. Besok papa beli susu dan buah. Bertumbuhlah jadi anak yang sehat, pintar, sopan, dan kuat. Papa-mama kan jadi ame rinding mane dan ine rinding wie.” []
#23 April 2025
Posting Komentar untuk "Bahasa anak"