Riuh rendah di natas labar (1/6)


imam baru dari paroki rejeng ketang
Dua imam baru, Reverendus Pater Yohanes de Britto Nanto, SVD dan Reverendus Pater Ludovikus Raden SVD ketika dijemput di perbatasan Paroki Cancar dengan Paroki Rejeng-Ketang, Lagur. Dokpri

Riuh rendah memenuhi kampung ini. Warga kampung mengenakan kemeja putih, mengikat kepala dengan sapu atau destar atau songkok bermotif songke, dan memakai sarung songke. Semua serba putih, dan motif songke.

Songke adalah kain tenunan khas orang Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Songke, dengan warna dasar hitam, sebenarnya tak hanya dijadikan kain atau sarung. Tapi juga dijadikan motif semi jas, jas, dan topi.

Tak hanya pria, yang serba putih, dan motif songke, para perempuan atau mama-mama juga tak ketinggalan.

Mereka mengenakan kebaya dan sarung songke. Seperti rombongan pria, mereka juga mengenakan hiasan kepala. Bali-belo namanya.

Tak kalah bunyi mesin sejumlah motor dan mobil, yang mulai terdengar. Lama-lama meraung-raung. Diikuti irama nyanyian tradisional dan tabuhan alat musik tradisional orang Manggarai, gong dan gendang.

Sepertinya, kampung ini, Kampung Lentang, akan segera dipadati manusia dan kendaraan. Motor atau mobil.

Ratusan atau bahkan ribuan warga–yang tampak berseragam ini, pria dan wanita–bersiap diri, untuk menjemput imam baru.

Imam baru itu bernama Reverendus Pater Yohanes de Brito Nanto, SVD. Biasa disapa Pater Rio Nanto, SVD. Atau Tuang Rio.

Pater Rio Nanto adalah satu dari puluhan imam baru yang ditahbiskan di Novisiat Sang Sabda Kuwu, Ruteng, Manggarai, 5 Oktober 2024. 

Mereka ditahbiskan oleh Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat. Pater Rio memilih moto tahbisan "Milik-Mulah aku ini” yang diambil dari perikop kitab Mazmur (Mzm 139).
 
Pater Rio segera pulang kampung, di tanah kelahirannya, di natas labar, Lentang, Ketang, Kecamatan Lelak, sehari setelah menerima sakramen tahbisan di Kuwu. 


Ratusan bahkan ribuan warga yang berseragam tadi, sedang menunggu beliau. Di sebuah jembatan, di kawasan persawahan nan sejuk dan berkabut.

Mereka menjemput RP Rio SVD di Lagur, Kecamatan Ruteng. Tepatnya di sekitar kawasan lingko atau lodok, yang terkenal di dunia pariwisata sebagai “spider web”--sekitar setengah jam dari Kampung Lentang, Lelak.

Hari itu adalah Minggu, 6 Oktober 2024. Langit tampak biru. Cerah disertai sengatan mentari, yang terus mencubit iring-iringan manusia. 

Muka yang bercucuran peluh dan keringat, sesekali disapu embusan angin. Menusuk tulang dan ubun-ubun.

Tapi, iring-iringan rombongan bermotor dan mobil, tak hiraukan itu. Semua karena “naka anak momang”. 

Sambutan itu, sekaligus sebagai ekspresi kebahagiaan dan kebanggaan. Bahwa Kampung Lentang telah menerima rahmat istimewa. Bahwa Kampung Lentang, telah menerima terang Sang Sabda melalui sakramen tahbisan imam baru. 

Bahwa “anak bara wua tuka” dari rahim terkasih Kampung Lentang, telah dipilih Tuhan menjadi pastor atau gembala umat Allah. 

Pater Rio bergabung dengan ordo atau tarekat Serikat Sabda Allah atau SVD (Societas Verbi Divini) atau Soverdi, sejak kelulusannya di SMA Seminari Menengah St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo, Flores


Rio muda kemudian menjalani masa rohani atau novisiat selama dua tahun di Novisiat Sang Sabda Kuwu, Ruteng.


Anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Alfons Jekaut dan Mama Sofia Jebian ini, melangkah lebih jauh lagi. Semakin mantap ke seminari tinggi, di Maumere, Flores. 


Empat tahun lamanya ia bergelut dengan filsafat, di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere, Flores–kini IFTK (Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif).


Rio terus berpacu. Menjalani panggilan Tuhan itu. Jalan terus, sembari melewati aneka rintangan. Hingga kelak ke puncak imamat. 


Lau-lau poka lau-lau doal, pas watu pogol pok–Menerabas dan menebas kerikil dan onak duri, yang hampir pasti terus menemani perjalanan panggilannya.


Riwayat pendidikan dan panggilan

  • 2001–2007 : SDK Lamba Ketang
  • 2007–2010 : SMPK St. Stefanus Ketang  
  • 2010–2014 : SMA Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo
  • 2014–2016 : Novisiat Sang Sabda Kuwu, Ruteng
  • 2016–2020 : Studi Program Filsafat di IFTK Ledalero
  • 2020–2021: Menjalankan Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di SMAK Syuradikara Ende
  • Januari–Juni 2022 : Menjalani TOP di Paroki Sanctissima Trinitas, Runut, Maumere
  • 2022–2024 : Studi Pascasarjana Program Magister Teologi di IFTK Ledalero
  • 2 Juni 2024: Ditahbiskan menjadi Diakon oleh Mgr. Ewaldus Martinus Sedu (Uskup Maumere) di Ledalero
  • Juni–September 2024: Menjalani Praktek Diakonat di Paroki St. Mikhael, Kalike, Solor Selatan,  Flores Timur
  • 5 Oktober 2024: Tahbisan Imam oleh Mgr. Siprianus Hormat di Novisiat Sang Sabda Kuwu

imam baru paroki rejeng
Dua imam baru menyalami umat di pinggir jalan. - Dokpri

Iring-iringan pria dan wanita, berseragamkan pakaian adat, dan anak-anak mulai memenuhi jalan Ruteng-Labuan Bajo, usai penyambutan. Ini perjalanan sekira satu sampai dua jam. 


Saya tak sepenuhnya masuk dalam barisan iring-iringan itu, meski sudah berdestar, songke dan kemeja putih. Sesekali saya menepi dan menjepret. 


Saya menangkap momen yang pas. Membidik yang unik. Semata untuk dokumentasi pribadi. 


Karena saya percaya pada ungkapan “gambar atau foto adalah seribu cerita”. Dalam jurnalisme, yang saya praktik dan anut sejak 2010, tiada berita atau cerita tanpa foto.


Maka, saya selalu memotret. Kelak tulisan ini disertai foto. Siapa tahu berguna bagi pembaca. Yang paling penting adalah, itu bagian dari data.


Hingga tibalah di Paroki Ketang. Dia sambut iring-iringan manusia, ritual adat, hingga diarak dengan tarian ke Kampung Lentang. Bersambung. []


#2024


Posting Komentar untuk "Riuh rendah di natas labar (1/6)"