![]() |
Ular sialan itu sudah dibakar, hingga hangus. - Dokpri |
Saya kira benda itu adalah tali rafia, ranting atau daun kering. Atau semacamnya. Memang warnanya seperti begitu.
Minggu itu, sekitar pukul 3 sore pada 11 Agustus 2024. Kejadian langka ini membuat saya terkejut.
Dua jam sebelumnya, sekitar pukul 1 siang, saya pergi nonton pertandingan sepak bola, di lapangan Ketang. Kebetulan ini musim liga.
Saya parkir motor di pinggir jalan. Sekitar pasar atau kantor Desa Ketang. Berjejeran dengan motor lainnya.
Posisinya tepat di depan kios dan rumah Kaka Alfred. Pintu tengah, dari arah matahari terbenam, area masuk pasar dan lapangan Ketang.
Usai nonton bola saya ke Wae Lelang. Namun, saya singgah sebentar di kios, di perempatan Ketang. Tujuannya hanya untuk membeli rokok.
Setelah itu saya tancap gas. Sekira 200 meter melalui jalan turunan.
Di Wae Lelang, Desa Ketang, tepat di jalan trans Flores, Ruteng--Labuan Bajo, saya duduk di depan stan Ina.
Memang saya biasa mangkal di sini. Mengopi, mengasap, dan membaca berita, via ponsel pintar.
Di sini juga, saya biasa menulis dan mengedit berita, sambil minum kopi buatan Ina, mama saya.
Stan Ina ini memang "rumah kedua" buat saya. Karena memang mama, kesehariannya di sini, sejak puluhan tahun lalu.
Di sinilah dia menjual hasil kebun: ubi, buah-buahan, dan kacang-kacangan, serta jajanan atau makanan ringan.
Bila pengendara motor atau mobil berhenti, maka Ina mengasong jualannya. Tentu bersama mama-mama lainnya juga.
Ina lakukan pekerjaan ini, sejak kami mulai sekolah. Dulu saya biasa bantu sedikit jika pas libur dari seminari.
Hingga kami, empat orang anaknya menjadi sarjana, dan dua pendidikan menengah, dia pun tetap jualan di sini.
Jadi, stan Ina ini menjadi "kafe" dan "kantor jalanan" atau "rumah kedua" bagi saya. Tentu selain mendengar curahan hati mama.
Sore ini, persis gerimis. Derai-derai hujan bersamaan dengan matahari, yang mulai ditangkap perbukitan.
Saat saya asyik duduk, tampak di depan stan ada toko kecil: jual pakaian dan serentak menjadi salon. Rupanya milik dua gadis ranum.
Toko kecil ini berdampingan dengan konter HP dan bengkel motor. Persis di tepi kiri, jalan Ruteng-Labuan Bajo.
Karena penasaran saya ke toko kecil itu. Saya hendak membeli kaus kaki untuk bayi 10 bulan. Tepatnya untuk Si Enos.
Tapi di sini tidak ada kaus kaki untuk bayi. Cuma untuk anak-anak sekolah, SD sampai SMA. Apes.
Lalu saya lihat-lihat. Mata saya tertarik dengan setelan kaus lengan panjang biru tua. Dan saya pun terpikat.
Setelah deal harga, saya meminta kresek atau kantongan, kepada penjaga toko.
Tiba-tiba Ina menyusul saya dan melihat-lihat baju itu. Dia pun membantu saya, menaruhnya, dalam kantongan hitam tadi.
Saya pun langsung tancap gas. Ke rumah usai beberes belian.
Saya memarkir motor di tempat biasa, di deker dekat rumah. Lalu mengambil setelan kaus yang saya taruh di motor tadi. Persis pada lubang di bawah stang kanan.
![]() |
Pixabay |
Tiba-tiba, mata saya menangkap warna aneh di lubang motor. Seperti potongan tali rafia atau kayu kering. Atau daun kering.
Saya semakin menajamkan mata. Astaga! Ini seekor ular. Kira-kira seukuran ibu jari tangan besarnya.
Ular itu masih utuh. Tidak ada tanda-tanda dipukul atau dilindas ban motor atau mobil.
Tapi saya malas tahu dan langsung ke rumah. Sesampainya di rumah, saya memberi tahu adik saya, Elin.
Dia pun penasaran. Terlebih dahulu dia memastikan, apakah ular atau ranting atau daun kering.
Namun, dia luruh dan kami pun sama-sama ke arah motor.
Kalau saya lihat sebelumnya, kenapa saya tidak berusaha membuangnya, dan malah menaruh belian di situ?
Lagian kenapa baru lihat dan persis di tempat, yang saya taruh kantongan hitam tadi?
Dalam perjalanan dari rumah ke deker, untuk melihat ular tadi, ada Kae Juli atau Ended Ari/Ermin, yang sedang mencari pakan babi. Kawe saung tete.
Dia pun bersama kami melihat ular itu dan mengambilnya dengan kayu. Coket le haju.
Lalu kami membakar ular nahas ini. Hingga hangus.
Saya tak habis pikir. Pertanyaan bertubi-tubi.
Kenapa ular nahas itu berada di motor? Bagaimana dia masuk? Kenapa saya tidak melihatnya sedari tadi, tapi malah pas terlihat saat mengangkat kresek hitam dan ditempel di situ?
Jika tangan jahil, katakanlah kerjaan anak kecil, yang menaruh di motor, kenapa ular itu tidak ada bekas lindasan ban, atau kepala yang remuk? Kenapa ularnya masih utuh, tapi sudah mati?
Jika pekerjaan tangan jahil atau manusia culas, kenapa harus motor saya, sedangkan puluhan bahkan ratusan motor berjejeran di situ?
Apakah ada tujuan mistis atau sekadar ganggu-ganggu mental saya, biar kaget?
Asuuuudahlah. Saya malas tahu. Saya tidak mau berspekulasi macam-macam.
Anggap saja ular kering di motor tua ini, adalah ular sialan. It’s fucking snake. []
#2024
Timoteus Rosario Marten
Posting Komentar untuk "Ular kering sialan"