Anak sulung merayakan misa sulung (3/6)

misa perdana
Misa perdana imam baru RP Rio Nanto, SVD, di Lentang, 7 Oktober 2024. - Dokpri/Irfan

Saya enggan membersihkan “tahi mata” atau koso loek pagi ini. 

Kantuk memang tak mau diajak kompromi. 


Padahal matahari mulai mengintip melalui jendela. Dia memberikan senyuman terhangatnya. 


Rupanya mentari mau memberi sapa. Dia melempar ajakan. Dan dia mengingatkan akan hari baru.


Dengan segera saya ke dapur. Tak lupa menuangkan segelas air hangat untuk berkumur.


Kehangatan mentari, berbarengan dengan tuangan air bening dari termos.


Sedangkan jarum jam terus berputar. Saya toh masih santai. 


Ah, biarkan saja. Just santuy, bray!


Saya lalu mengepulkan asap. Tentu mengopi juga. Mengundang inspirasi; dari pekat hingga asap.


Men-scroll ponsel pintar. Membaca berita pada layar gawai. 


Dan sedikit menorehkan mimpi semalam. Atau anganan akan hari baru di ruang kepala. Enjoy yourself, bro! Carpe diem.


Dari depan rumah, lemparan mata saya tertuju pada kendaraan. Lalu-lalang. Ngiung-ngiung. Duarrr duarr!!


Ada juga orang-orang yang berjalan kaki. Bersatu. Berdua, Berirama. Orang dewasa dan anak-anak. Pria dan wanita.


Mereka berpakaian rapi. Bersarung songke. Ada yang berjas dan berkemeja. 


Bersepatu atau sandal ala pesta. Pokoknya rapi. 


Kemana rupanya? Ada hajatan kah? Ada pesta kah?


Astaga! Ini Senin rupanya. Hari pertama kerja di pekan ini, 7 Oktober 2024.


Orang-orang berpakaian rapi tadi, yang berbondong-bondong ke Kampung Lentang, hendak mengikuti perayaan misa.


Beberapa detik lagi, orang-orang itu menjejal natas Lentang. Sebentar lagi, pagi hingga sore ini, semua umat bergembira ria. 


Semua ‘kan bermadah bakti: “Semua bunga ikut bernyanyi, dan segala rumput pun riang-ria”. 


Misa sulung namanya. Atau misa perdana.


Ini sudah mentradisi. Bahwa imam baru merayakan misa perdana atau misa sulung, selepas menerima sakramen tahbisan imamat. Dalam Gereja Katolik.


Saya nyaris lupa, bahwa setelah lelah dengan iring-iringan penjemputan imam baru kemarin sore, pagi ini Kampung Lentang melanjutkan pestanya. Pokoknya hari ini milik kita. 


Sebentar lagi misa sulung dirayakan di Lentang oleh imam baru. Yang kami soraki kemarin. Yang kami nanti-nanti dan arakkan kemarin. Reverendus Pater Yohanes de Britto Nanto, SVD, namanya.


Anak sulung dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Alfons Jekaut dan Mama Sofia Jebian itu, merayakan misa sulungnya di sini. Di kampung yang menghadirkannya, tiga puluhan tahun lalu.


Dengan segera saya mengambil pakaian di lemari. Bersepatu segera. Lalu lari ke Natas Lentang. 


Sejak pukul delapan pagi, kampung ini rupanya telah dipenuhi manusia. Yang hendak mengikuti misa. Yang melantun puja-puji.


Mereka datang dari segala penjuru Manggarai, bahkan Flores.


Dari Labuan Bajo, Flores Barat, hingga Pulau Solor, Flores Timur. Dari kaum awam hingga kaum religius dan rohaniwan-rohaniwati.


Semua berkumpul di sini: di Natas Lentang. Di sekeliling pohon dadap yang berdiri kokoh di atas compang–di bawah atap terop. Di depan rumah adat, rumah gendang. Di depan altar suci.


Saya langsung teringat, bahwa minggu lalu saya turut mengantarkan undangan. Hingga ke kawasan Lembor.


Berpacu dengan motor bebek matic. Siang-siang: dari Familia hingga kampung-kampung di sekitarnya.


Panitia Tahbisan Misa Sulung Imam Baru RP Rio Nanto, SVD, telah membagikan lima ratusan undangan. Ditambah undangan digital. 


Tak terhitung umat dari tiga kampung tetangga: Kalo, Pelus dan Lamba. 


Tak terhitung pula anak-anak Taman Kanak-Kanak atau Pendidikan Usia Dini (TK dan PAUD), SD, SMP, hingga SMA, yang membawakan atraksi. Sekadar mengisi acara.


Tak terhitung pula pihak keluarga, inang-amang dan weta atau woe dan kenalan.


Itu berarti hari ini, Senin ini, Kampung Lentang sudah pasti dipadati manusia. Yang datang bergembira melantunkan syukur, kepada Sang Sabda, melalui misa. 


Sungguh, seperti “pasukan semut” bila dipotret pesawat drone.


imam katolik misa
Para iman dalam misa sulung RP Rio Nanto, SVD, di Lentang, 7 Oktober 2024. - Dokpri/Irfan
Sementara itu, belasan imam jadi konselebran. Sekira lima belas orang banyaknya. 


Tepat pukul 9 pagi, semua terfokus. Berarak menuju altar, tuk mengikuti perayaan ekaristi kudus. 


Paduan suara dari SMAK Santu Stefanus Ketang membahana. Menggema di setiap sudut terop dan kampung. 


Koor anak-anak asuhan organis dan dirigen Romanus Salut itu, membuat kaki berjingkrak-jingkrak. 


Membuat kepala manggut-manggut seperti mabuk laut. Membuat mulut berdecak kagum.


Dan tentu, koor dengan lagu-lagu yang syahdu itu, membuat misa tak terasa, meski matahari terus menyengat seisi kampung.


Pokoknya “semua bunga ikut bernyanyi dan segala rumput pun riang ria”.


"Milik-Mulah aku ini.”


Demikian RP Dr. Alexander Jebadu, SVD, membawakan khotbahnya, dengan mengutip moto tahbisan imam baru dari kitab Mazmur (Mzm 139).


Beliau menjelaskan arti moto dalam bahasa Manggarai. Paci atau rait. Atau barangkali julukan. 


Lalu ia menjelaskan bahwa Lelak (Paroki Rejeng-Ketang), adalah salah satu paroki penyumbang imam terbesar di Keuskupan Ruteng. 


Tiga puluhan jumlahnya. Mulai dari Romo Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng RD Alfons Segar, mendiang RD Max Nambu, dan banyak imam lainnya.


Sementara itu, ada yang berkarya di luar negeri, di tanah misi. Di bawah kolong langit. Dari berbagai kongregasi.


Bahkan, secara darah, katanya, Uskup Agung Ende mendiang Donatus Djagom, SVD merupakan orang Lelak. Paroki Rejeng-Ketang ini.


Dan tahbisan imam baru dari Soverdi, RP Rio Nanto, SVD ini, menambah daftar imam asal Paroki Ketang.


Sungguh, Ketang adalah benih dan ladang yang subur. Panen imam dan biarawan-biarawati. 


Meski baru dua orang dari Kampung Lentang, secara paroki, Ketang masuk daftar tertinggi. 


Khotbah sang imam disambut tepuk tangan meriah umat. 


Hingga tak terasa hari beranjak sore. Anak-anak bersiap-siap membawakan acara. 


Mereka membawakan tari-tarian, nyanyi-nyanyian, puisi, drama, dan lain-lain. 


Suasana semakin riuh, meski banyak yang menahan lapar. Sebab antrean makan siang tak kunjung selesai hingga pukul tiga sore.


Itu antrean sejak pukul satu siang. Tahan lapar tapi dihibur anak-anak di panggung sana.


Meja makan ada dua. Jalur makan juga dua arah.


Tapi antrean tak kunjung putus. Bagai antrean menerima komuni. Atau menerima bantuan sembako dari Dinas Sosial.


Hingga sore beranjak, lampu-lampu mulai menyala. Tetamu undangan misa, satu per satu meninggalkan Kampung Lentang.


Kami masih menunggu malam. Duduk melingkar. Gelas berputar dan kepala mulai oleng. 


“Air kata-kata” su mulai merasuk otak. Tiada lagi rasa malu. Dan dingin terusir. 


Musik tak mau ketinggalan. Semakin kencang volumenya, semakin kami menggosok lantai. 


Goyang ragam dan “jurus oleng”. Kami berjoget ria. Dan ku sudahi saja tulisan ini. Bersambung. [] 


#2024

2 komentar untuk " Anak sulung merayakan misa sulung (3/6)"

flory gardino 5 Desember 2024 pukul 10.31 Hapus Komentar
KEREN NANA TEUS
Timoteus Rosario Marten 10 Desember 2024 pukul 23.10 Hapus Komentar
thx om foyyyyy