Monolog jiwa kelana

puisi senja galau
Dokpri

Kuberi kau tawa 
dan aku kau beri senyuman
Kita pun satu rasa
sama rata sama-sama 
Mengusir lelah, 
dengan cara tak biasa

Marilah!
Menarilah!
Bersama hadapi dunia yang rumit

Tertawalah, bersamaku!
Biarkan yang berantak jadi antik 
Tuk memantik yang menarik
Entah klitik 

Kelak gelak jadi cerita berkisah
Tentang kita, 
yang menenun bersama senyuman

Tapi, beri daku kepastian, jangan khayalan

Sendengkan telingamu kepadaku, aku kan memberimu suara 
Demikian kata angin pada daun

Lalu daun menempelkan telinganya pada ranting
Lalu ranting di tanah gersang meneteskan embun, di bawah malam tanpa purnama

Angin pun pergi, dipeluk bayangan, diempas buih samudra

Kini ku dengar canda Tuhan dalam segelas kopi
Setengahnya sudah
berlalu
Pahit

Lalu kuambil kertas
Hendak kutulis, plot yang alot

Masih di sini, kertas kosong. Ah, Tuhan, ini aku dan dia

Lalu kau, apa yang tersembunyi di balik sorot matamu? 
Tataplah mataku, kan kau lihat hari esokmu di mataku 

Tapi buka dulu maskermu, kan ku tangkap senyumanmu, dan ku simpan di dinding kalbu
tuk mengusir pandemi yang merangsek nadi

Dan hari ini …
Apa kabar hari ini? Demikian katamu.

Aku baik-baik. Apa kau sehat walafiat?
Aku sakit perut, katamu. Jangan, jangan, kataku!

Hatiku perih bila dikau dan aku sakit
Kau tau, tau aku, betapa lebih perih hari-hariku, 
menanti kabar sehat dari ujung pita suara

Mungkin malah rindu
atau malaria

Kan langit melukis lembayung, kakanda semakin bingung

Di antara malam dan sore. Apa kabarmu, kataku. Berkas cahaya dari langit masih ada sisa, sembunyikan rupamu, lalu lukaku.
 
“Aku malaria, tersiana dan tropika,” kau menyahut dari balik kabut.

Tentu saja kedutan di mataku membesar
Bola mata menyimpan mata air

Dikau, jangan malaria
Nanti aku malah rindu

Bila mengenang gigilmu, dan gigilku yang dekil, gelap yang tebal!

Mane tana sale bom lurang lawe tungku mane
Pa'u leso lau pa'u ndarut nai daku
One hau, daku naca rinding racap 
Wulang gerak nera nawa
neteng bendar 
luna mea


Itu candaku
Tentang kelakarmu
Ini suara jiwa
Tawamu, tentangku!

Mop never stop
Joking never ending
Drinking is everything
Reading is importing
Writing is something about our lives!
My darling is you
Denyut nadiku
My living is ours


Di tanah berhumus
My trip is maitua, kataku
Sampai tua
Meski luka
kadang suka
berganti duka
lalu dipuja
Memuja pendupa
Yang Berpunya
Dan berdua, ke Nirwana!

Kami akan terus bersorak-sorai menyambutmu,
dan memujimu lebih dari sopi, tuak raja, kopi atau sirih pinang

Kau kan wela kaweng atau saliara
Yang tumbuh di kebun jagung 
di bawah mata air, 
di kaki bukit landai, 
sebelah poco berlekuk kalut

Ketika bali-belo gemerincing di kepala,
kau kan dipangku bagai sang ratu penghuni Bumi Congkasae
Abadi dalam lipa songke

#2025
Pada suatu sore

Posting Komentar untuk "Monolog jiwa kelana"