Mengusir lelah,
dengan cara tak biasa
Marilah!
Menarilah!
Bersama hadapi dunia yang rumit
Tertawalah, bersamaku!
Biarkan yang berantak jadi antik
Tuk memantik yang menarik
Entah klitik
Biarkan yang berantak jadi antik
Tuk memantik yang menarik
Entah klitik
Kelak gelak jadi cerita berkisah
Tentang kita,
yang menenun bersama senyuman
Tapi, beri daku kepastian, jangan khayalan
Sendengkan telingamu kepadaku, aku kan memberimu suara
Demikian kata angin pada daun
Demikian kata angin pada daun
Lalu daun menempelkan telinganya pada ranting
Lalu ranting di tanah gersang meneteskan embun, di bawah malam tanpa purnama
Lalu ranting di tanah gersang meneteskan embun, di bawah malam tanpa purnama
Angin pun pergi, dipeluk bayangan, diempas buih samudra
Kini ku dengar canda Tuhan dalam segelas kopi
Setengahnya sudah
berlalu
Pahit
Setengahnya sudah
berlalu
Pahit
Lalu kuambil kertas
Hendak kutulis, plot yang alot
Hendak kutulis, plot yang alot
Masih di sini, kertas kosong. Ah, Tuhan, ini aku dan dia
Lalu kau, apa yang tersembunyi di balik sorot matamu?
Tataplah mataku, kan kau lihat hari esokmu di mataku
Tataplah mataku, kan kau lihat hari esokmu di mataku
Tapi buka dulu maskermu, kan ku tangkap senyumanmu, dan ku simpan di dinding kalbu
tuk mengusir pandemi yang merangsek nadi
tuk mengusir pandemi yang merangsek nadi
Dan hari ini …
Apa kabar hari ini? Demikian katamu.
Apa kabar hari ini? Demikian katamu.
Aku baik-baik. Apa kau sehat walafiat?
Aku sakit perut, katamu. Jangan, jangan, kataku!
Aku sakit perut, katamu. Jangan, jangan, kataku!
Hatiku perih bila dikau dan aku sakit
Kau tau, tau aku, betapa lebih perih hari-hariku,
menanti kabar sehat dari ujung pita suara
Kau tau, tau aku, betapa lebih perih hari-hariku,
menanti kabar sehat dari ujung pita suara
Mungkin malah rindu
atau malaria
atau malaria
Kan langit melukis lembayung, kakanda semakin bingung
Di antara malam dan sore. Apa kabarmu, kataku. Berkas cahaya dari langit masih ada sisa, sembunyikan rupamu, lalu lukaku.
“Aku malaria, tersiana dan tropika,” kau menyahut dari balik kabut.
Tentu saja kedutan di mataku membesar
Bola mata menyimpan mata air
Bola mata menyimpan mata air
Dikau, jangan malaria
Nanti aku malah rindu
Nanti aku malah rindu
Bila mengenang gigilmu, dan gigilku yang dekil, gelap yang tebal!
Mane tana sale bom lurang lawe tungku mane
Pa'u leso lau pa'u ndarut nai daku
One hau, daku naca rinding racap
Wulang gerak nera nawa
neteng bendar
luna mea
Pa'u leso lau pa'u ndarut nai daku
One hau, daku naca rinding racap
Wulang gerak nera nawa
neteng bendar
luna mea
Itu candaku
Tentang kelakarmu
Ini suara jiwa
Tawamu, tentangku!
Tentang kelakarmu
Ini suara jiwa
Tawamu, tentangku!
Mop never stop
Joking never ending
Drinking is everything
Reading is importing
Writing is something about our lives!
My darling is you
Denyut nadiku
My living is ours
Joking never ending
Drinking is everything
Reading is importing
Writing is something about our lives!
My darling is you
Denyut nadiku
My living is ours
Di tanah berhumus
My trip is maitua, kataku
Sampai tua
Meski luka
kadang suka
berganti duka
lalu dipuja
Memuja pendupa
Yang Berpunya
Dan berdua, ke Nirwana!
My trip is maitua, kataku
Sampai tua
Meski luka
kadang suka
berganti duka
lalu dipuja
Memuja pendupa
Yang Berpunya
Dan berdua, ke Nirwana!
Kami akan terus bersorak-sorai menyambutmu,
dan memujimu lebih dari sopi, tuak raja, kopi atau sirih pinang
dan memujimu lebih dari sopi, tuak raja, kopi atau sirih pinang
Kau kan wela kaweng atau saliara
Yang tumbuh di kebun jagung
di bawah mata air,
di kaki bukit landai,
sebelah poco berlekuk kalut
Yang tumbuh di kebun jagung
di bawah mata air,
di kaki bukit landai,
sebelah poco berlekuk kalut
Ketika bali-belo gemerincing di kepala,
kau kan dipangku bagai sang ratu penghuni Bumi Congkasae
Abadi dalam lipa songke
kau kan dipangku bagai sang ratu penghuni Bumi Congkasae
Abadi dalam lipa songke
#2025
Pada suatu sore
Pada suatu sore
Posting Komentar untuk "Monolog jiwa kelana"