Toa, suara gaib atau pencari arwah

Tuwur asia
Tuwur asia. Pixabay

Toa!! Toa!! Saya memasang telinga baik-baik malam ini. Konsentrasi penuh. 

Terdengar lagi. Toa!! Toa!!

Suara itu di udara. Seperti di sekitar bubungan atau sekitar pohon. Sekira 100 meter dari permukaan tanah. 

Setelah itu dia pergi ke arah kampung induk. Sambil bersuara lagi, toa, toa. Perlahan suaranya ditelan udara malam dan gemericik dedaunan.

Malam makin hening. Udara menusuk tulang kering. Hingga bulu kuduk berdiri. Menguar keringat dingin.

Sementara itu, jangkrik tak ketinggalan. Mereka juga bernyanyi riuh. Ramai-ramai seperti paduan suara. Krik, krik, krikkkk.

Saya mau tidur tapi malam makin sunyi. Teringat bunyi toa.

Sepintas seperti suara kucing. Tapi kucing berbunyi meong. Dan kucing di tanah, atau palingan di sekitar plafon rumah. Suara meong akrab dan familiar.

Sedangkan toa tadi di udara. Di atas setinggi bubungan rumah atau pohon pinang. Suaranya memecahkan kesunyian malam dan itu menyeramkan.

Orang-orang di kampung mengaitkan suara toa tadi, dengan dunia mistis. Misalnya santet atau sihir atau apapun sebutannya di dunia perdukunan. Serem seperti di film horor.

Orang-orang di kampung bilang, toa itu dukun atau pemilik sihir. Dia sedang patroli malam. Tapi jalannya bersama setan atau makhluk halus. 

Ada sebutan ata janto atau ata karong poti mbolang yang sedang beraksi.

Suara tadi, suara toa tadi, memang diyakini sebagai “pembawa kabar” duka. Bahwa akan ada penghuni kampung yang meninggal dunia.

Dalam keyakinan lain, toa itu sedang mengincar dan memanggil arwah. Toa itu pengganggu malam. Setidaknya begitu kira-kira.

Kenapa disebut toa. Itu merujuk pada bunyi, nada dan suaranya. Pantas warga kampung menamainya toa. Sedangkan rupanya adalah gaib.

Pertanyaannya, apa ada buktinya? Memang sulit dijelaskan dengan akal sehat. Ini hanya semacam keyakinan bersama. Sebab masyarakat tak pernah menemui wujudnya.

Tapi, pasalnya bahwa itu sering terjadi. Entah secara kebetulan atau memang betul-betul benar. Warga mengatakan demikian. Bahkan diyakini turun-temurun.

Sepintas memang: perpaduan antara merdu, nyaring dan seram. 

Saya pun penasaran setelah cerita warga. Saya mau rekam itu suara. Hitung-hitung, mau bikin nada dering atau voice message. Atau mungkin alarm bangun pagi.

Di malam sesunyi ini, setenang ini, sedingin ini, saya lagi-lagi: tidak tidur. Suara toa ngiang terdengar. 

Saya dengar sendiri. Suaranya terngiang bersama jangkrik. 

Saya lantas baca-baca. Jalan-jalan ke laman google. Ketik kata kunci. 

Dari sana pelan-pelan ada petunjuk. Untuk baca terus dan terus membaca. 

Cari terus, baca terus. Begitu terus, dari aneka referensi terpercaya. 

Minimal kesemua itu, pencarian itu, menjawab rasa penasaran. Rasa haus akan pengetahuan receh di masyarakat. Itu saja. Trada yang lain.

Jawaban atas penasaran itu adalah pencarian pada kata kunci. Kata kunci, ya, sobat.

Keyword-nya adalah “Suara burung menyeramkan” . 

Ternyata toa itu suara burung. Itu suara burung adalah tuwur asia (asian koel).

Saya pun terus searching tentang burung Asian koel ini. Dan memang betul. Suaranya persis suara toa yang saya dengar dan masyarakat ceritakan.

Asian koel ini merupakan burung pemakan buah-buahan dan serangga. Dia jenis burung pemalu. Jarang tampak. Jarang terlihat.

Warnanya hitam kebiruan. Mata merah menyala. Itu yang jantan. Sedangkan yang betina keabu-abuan atau kecokelatan.

Burung itu tak punya sarang. Dia hanya titip telurnya di sarang burung lain. Brood paradise

Dan dia berjasa sebagai penyebar benih biji pepohonan. Penerus vegetasi alam. 

Burung ini tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, seperti, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Kesimpulan sementara saya adalah toa tadi, adalah asian koel

Tapi begitu sudah. Suaranya itu, looo. Bitin tatut. 

Anjir sehhhh. Toa ko bunyi lagi ka, sa mo dengar. Toa, toa… []

#1025
Timoteus Rosario Marten

Posting Komentar untuk "Toa, suara gaib atau pencari arwah"